Traincation at TMII

Weekend kemarin, iseng ajak Baron ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Niat awal mau ke museum transportasi malah batal karena males lewat jalan macet, akhirnya nyobain wahana lain yang tentunya ga jauh dari alat transportasi.

Tiket masuk ke TMII IDR. 10 ribu /orang dan IDR. 10 ribu / mobil. Alhamdulillah, karena datang di weekend yang bukan libur sekolah, jadi cukup sepi. Ramainya standard aja, walau banyak bis wisata anak-anak dan keluarga tapi gak sampe antri panjang gitu. Hambatannya yaa cuaca yg cukup panas terik nyentrong silau gitu sih, makanya kami agak woles aja jalan-jalannya. Ikut kemana mood ngelangkah.

Pertama, kami naik kereta layang/monorail dulu. Tiketnya IDR. 20 ribu /orang. Anak di atas usia 3 tahun bayar full. So far, monorailnya supposed to be keren hi-tech gimana gituya, tapii yaa kenyataannya monorail jadul ala-ala gitusih. Jalannya cukup kenceng, tapi masih lebih bagus kereta commuter kayaknya *macam pernah naik commuter aja*.

Sengaja duduk paling depan persis di sebelah masinis eeeh malah ketakutan sendiri, soalnya jendela depannya kebuka gitu kan jadi kita bisa liat kebawah dan liat langsung tuh rel sepanjang tiada akhir itu. Pas monorailnya belok makserrr rasanya kayak mau lepas dari rel itudeh jadi otomatis pegangan sama mas D terus yang lagi mangku Baron. Haiyaaaah, alesaaan takut padahal emang mau pegangan aja kaaan :P.

Trus Baron gimana? Kayaknya dia lebih enjoy ngeliatin monorailnya liwat deeh daripada naik ke dalam monorailnya. Mungkin karena perdana, jadi agak bingung gitu mukanya. Setiap kali dia bilang “bapak, kakak mau naik eyeka di atas, mau” padahaaaal pas ngomong, dia uda di dalem monorailnya itu. Qkqkqk.. Bingung deeh.. Satu puteran monorail makan waktu 1/2 jam.
image

Abis itu lanjut naik Kereta api mini.
Sebenernya Baron uda pernah naik kereta api mini ini bareng temen-temen Kinderland dan berdasarkan pengalaman, kereta ini makan waktu 1 jam untuk 1 x putaran se-TMII. Awalnya agak males ya naik kereta ini, tapi berhubung mau kasih pengalaman buat Baron yasud kita naik juga akhirnya.

Dan ternyataaaaa, kereta api mini ini wahana TER-PARAH yang kami rasain hari itu. Dengan membayar tiket IDR 10 ribu, kereta api mini si eyang uyutnya Thomas ini sungguh amat sangat terlalu pelan jalannya. Masih lebih cepet jalan eyang kakung mas Baron walo pake tongkat sekalipun. Lokomotif bentuknya dah kayak kaleng krupuk, lantainya dari seng udah krowak karatan bolong-bolong, hampir mogok pas mau nyebrang jalan mobil dan panasssnya ruar binasa kayak di sauna. Walopun udah ngedumel kayak apa, yaa apa mau dikata, pasrah aja sampe ubanan nunggu si kereta balik ke stasiunnya lagi. Tapi kalau saya liat anak-anak kecil yang naik, mereka enjoy aja tuuh. Well, maybe that’s what we call, see from children’s perspective ya, evrything seems fun and happy. Gotta switch my obstacle then.

Kereta api mini ini supposed to be wahana TER-efektif untuk bisa nikmatin setiap sudut TMII karena pada prakteknya emang muter ke seluruh wilayah TMII jadi bisa liat semua anjungan dan museum yg ada di TMII. But again, ketidaknyamanan bikin semuanya jadi minus.
image

Selesai makan siang, kami lanjut naik kereta gantung. Wahana kereta gantung dari dulu sampai sekarang masih tetep jadi wahana TER-HITS ya. Dibandrol IDR. 30 ribu, kita bisa liat miniatur Indonesia dan beberapa wahana yang lokasinya dekat dengan kereta gantung ini.
image

Terakhir, tadinya mau nonton film di Keong Mas tapi berhubung harus menunggu 1 jam lagi jadi nontonnya batal. Tiket Keong Mas dibandrol IDR 30 ribu dan shownya mulai dari jam 9 eh apa jam 10 ya setiap jam.

Biar sah dan buat bukti kalo udah ke TMII, akhirnya foto-foto aja deh di depan Keong Mas šŸ˜€
image

Overall, jalan ke TMII nya cukup mengasikkan. Beruntungnya kami dapet tempat parkir yg cukup strategis persis di depan perpustakaan/Taman Budaya jadi kl mau naik 4 wahana diatas, tinggal jalan kaki. Lumayan rindang dan kalau takut kepanasan tinggal pake cengdem, topi dan payung aja.

Dari pengalaman diatas, saya liat banyak kondisi tempat wisata yang cukup mengenaskan. Saya coba liat dari dua sisi ya, dari sisi pengelola dan pengunjung.

Dari sisi pengelola, pastinya mereka punya hitungan tersendiri untuk biaya operasional, maintenance, marketing, margin dsb dan pada akhirnya ketemulah harga tiket yang ‘wajar’ yg harus dibebankan ke pengunjung yang ujungnya untuk mendapatkan fasilitas dan service yang baik.

Dari sisi pengunjung. Ok, let’s say 1 keluarga terdiri dari 4 orang. Untuk nikmatin wahana listrik yang gak nyaman seperti pengalaman saya diatas, dengan harga 10-30 ribu/orang itu cukup besar loh biayanya, such a waste of time and money. Tapi kalau kita liat harga tiket anjungan/museum yg dibandrol IDR. 2000-2500/orang, which is sama dengan biaya ke WC umum atau 1/3 nya harga estea (IDR 7000) rasanya mengenaskan banget ya. Kasarnya gini, bayar 2000 aja minta bagus? So, don’t expect too much from it, just help them (pengelola) to keep it clean and neat aja udah bagus banget.

The point is not only about how we spend so much or so little for local leisure. Price equal to quality, setuju. Disaat harga tiket murah, sementara service/fasilitas yg didapet buruk, yaa harap maklum. Tapi kalau service/fasilitas yg didapet bagus, pengunjung happy. Again, mahal atau murah, relatif. Intinya sih gimana tempat wisata bisa menetapkan harga yang ‘wajar’ dan tetep bisa kasih service dan fasilitas yang memadai itu uda bikin pengunjung puas kok. It’s all about positive feeling and attitude.

4 thoughts on “Traincation at TMII

  1. Tetap saja TMII masih harus di kelolah oleh pemerintah šŸ™‚
    Khan wisatanya nya memang lebih ke dunia pendidikan dan anak-anak, tapi tetap harus terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah.
    Jadi wajar bila harganya harus bisa terjangkau, dan fsilitasnya di jaga dan selalu di perbaharui.

    Like

Leave a comment